JAKARTA – Ada satu hal yang selalu menjadi permasalahan dan disoroti oleh anggota Komisi X DPR RI setiap melakukan kunjungan kerja ke dapil atau ke daerah-daerah, yaitu masalah pengalihan tata kelola SMA dan SMK dari kabupaten/kota ke provinsi. Meskipun secara kasat mata hal itu merupakan pembagian wewenang yang sangat bagus, akan tetapi dampak atau efeknya ternyata sangat menyulitkan para pelaku pendidikan di daerah.
Demikian ditegaskan anggota Panja SN DIKDASMEN Komisi X DPR RI Laila Istiana dalam rapat dengar pendapat umum Komisi X DPR dengan LPTK UPI, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Negeri Semarang, Universitas Negeri Malang, Universitas Negeri Makassar.
“Untuk di Pulau Jawa masih bisa terpenuhi, sebab transportasinya bisa ditempuh dengan waktu 3 atau 4 jam, tetapi bayangkan kalau di luar Pulau Jawa. Sehingga saya meminta masukan dari perwakilan Universitas Negeri di seluruh Indonesia, bagaimana agar tata kelola SMA dan SMK itu dapat lebih adil, karena Kabupaten sendiri tidak merasa keberatan dengan dibebani anggaran untuk SMA dan SMK,” ucap Laila di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (20/3/2018).
Mungkin hanya beberapa yang tidak mampu untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) nya, tetapi sebagian dari mereka justru menyesalkan mengapa harus dipindah ke provinsi, sambung Laila.
“Kalau untuk aset atau pembiayaan, sampai saat ini belum ada kebijakan dari Kemenkeu untuk transfer daerah ke provinsi, sehingga saat ini SMA dan SMK merasa kesulitan biaya. Sementara kabupaten sudah tidak mempunyai kewajiban, sedangkan provinsi pun juga belum ada kebijakan dari Kemenkeu untuk transfer daerah,” ujarnya.
Meskipun di beberapa kabupaten memang memiliki kebijakan khusus, dengan membuat payung hukum sendiri, sehingga bisa membantu Biaya Operasional Pendidikan (BOP), jelasnya. (dep/sc–DPR)