JAKARTA – Anggota Komisi X DPR RI Reni Marlinawati menilai polemik keberadaan Perpres No. 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) adalah wujud ketidakhati-hatian pemerintah dalam membuat rumusan peraturan. Reni mengaku sudah mengingatkan pemerintah atas sensitivitasnya atas isu TKA tersebut.
“Sayangnya, pengelolaan isu soal TKA ini tidak secara baik dikelola oleh pemerintah dalam hal ini Menteri Tenaga Kerja. Menaker tampak menerapkan manajemen pemadam kebakaran dalam merespons persoalan ini, sungguh sangat disayangkan,” ujar Reni dalam rilis yang diterima, Kamis (26/4/2018).
Pemerintah, dalam hal ini kementerian pemrakarsa Perpres (Kemnaker) tampak tak mengindahkan sejumlah regulasi dalam pembentukan Perpres No. 20 Tahun 2018 ini seperti amanat UU No. 12 Tahun 2011 serta Perpres No. 87 Tahun 2014 khususnya dalam hal perencanaan penyusunan Perpres. Kementerian Ketenagakerjaan sebagai pemrakarsa rancangan Perpres ini, lanjut Reni semestinya sejak awal mensosialisasikan rancangan Perpres ke publik dalam rangka uji publik untuk menghindari polemik sebagaimana yang terjadi saat ini.
Karenanya Reni mendesak kepada Menaker untuk melakukan sosialisasi dan penjelasan secara gamblang dan terang dengan membangun penjelasan secara komprehensif, logis dan rasional soal TKA ini. “Narasi yang dikontruksi Menaker seperti membandingkan jumlah TKI di luar negeri dengan TKA di dalam negeri merupakan perbandingan yang tidak sebanding dan missleading. Alih-alih publik tercerahkan, narasi tersebut justru makin menyudutkan posisi pemerintah,” sambungnya.
Reni yang juga sebagai Ketua Fraksi PPP DPR RI tersebut, berkepentingan atas isu TKA ini untuk dijelaskan secara komprehensif ke publik. “Rumors yang muncul di publik soal keberadaan TKA yang telah muncul beberapa tahun silam ini, nyatanya tidak dapat diklarifikasi dengan baik oleh Menteri Tenaga Kerja sebagai leading sector atas persoalan ini,” tuturnya.
Diketahui, penjelasan Menaker soal jumlah TKA hingga akhir tahun 2017 sebanyak 85 ribu dari berbagai negara berbasis pada Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Namun, penjelasan berbeda muncul dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang menyebutkan tenaga kerja buruh kasar dari China sebanyak 157 ribu . “Perbedaan data ini harus diperjelas agar publik tidak bingung. Pemerintah tentu sangat berkepentingan atas validitas data tersebut agar polemik soal TKA tidak menjadi amunisi politik untuk mendiskreditkan pemerintah,” pungkas Reni. (hs/sc–DPR)