JAKARTA – Lembaga swadaya masyarakat (LSM) mempertanyakan dampak dari Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) terhadap lingkungan jika tidak diolah sesuai standar.
“Pemerintah menyiapkan rancangan peraturan pengganti sebagai revisi atas Perpres No 18/2016. Namun demikian, rancangan peraturan tersebut masih mengutamakan pengolahan sampah yang gunakan teknologi thermal yang tidak sesuai untuk jenis sampah Indonesia, kata Dwi Sawung, Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), kepada Antara di Jakarta, Kamis
Draft Peraturan Presiden ini merujuk kepada teknologi termal sebagai teknologi ramah lingkungan dan satu-satunya teknologi, tanpa mempertimbangkan akar permasalahan dan menyesuaikan karakteristik sampah Indonesia, tambah dia.
Selain itu, justru dilakukan sebagai pembenaran untuk memperkuat penerapan teknologi termal sebagai solusi, bukan sebagai proses teknokratis untuk memahami permasalahan dan mengajukan solusi teknologi yang paling tepat.
“Ini adalah cara berpikir yang terbalik di mana kesimpulan sudah diambil sebelum kajian dilakukan,” kata Dwi, pengkampanye Perkotaan dan Energi Walhi.
Penggunaan terminologi ini harus melalui proses kajian dan validasi teknologi, termasuk baku mutu lingkungan dan parameter-parameter penting yang harus dipantau. Seperti halnya kadar emisi, “fly ash” dan “bottom ash”, pemantauan dioxin/furan, manajemen/operasional teknologi tersebut, rekam jejak implementasi teknologi yang diusulkan di negara yang mirip kondisinya dengan Indonesia, dan aspek pembiayaan serta indikator lainnya perlu dikaji lebih serius.
Penjelasan tentang kriteria sampah membuka ruang untuk teknologi non-termal seperti biodigester dan inisiatif Zero Waste serta upaya minimisasi dan pengelolaan sampah di tingkat lokal dengan peran serta masyarakat yang tinggi, yang sudah terbangun beberapa dekade terakhir di berbagai kota di Indonesia.
“Hal ini akan lebih menunjukkan penghargaan dan itikad baik pemerintah terhadap upaya-upaya pengelolaan sampah di tingkat masyarakat dan sesuai dengan rencana serta kemampuan pembiayaan pemerintah daerah,” katanya. (ant)