JAKARTA – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Luluk Nur Hamidah merasa prihatin, banyak kasus KDRT saat ini disorot publik. Terlebih sebagian besar korbannya adalah perempuan.
Dia mendukung sikap korban yang berani melaporkan kejadian kekerasan yang dialaminya kepada pihak berwajib.
“Ini satu langkah yang lebih maju karena mengingat umumnya para korban KDRT seringkali masih memiliki kekhawatiran bahkan ketakutan manakala harus berhadapan dengan aparat kepolisian,” terang Luluk, di Jakarta, Jumat (26/5/2023).
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa) pun tetap diminta menggalakkan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya pertolongan terhadap korban KDRT.
Dia juga berharap Kementerian PPPA membuat layanan sosial yang dapat diakses melalui berbagai media.
“Sehingga para korban tahu bagaimana harus bersikap dan kemana mencari pertolongan. Selain itu training pada aparat penegak hukum juga harus terus dilakukan dengan menggunakan kerangka HAM dalam menangani kasus,” tegasnya.
Di sisi lain, Politisi Fraksi PKB itu mendorong seluruh elemen masyarakat dan lembaga Pemerintahan agar bersinergi dengan baik dalam penanganan kasus KDRT.
Dengan kolaborasi dari semua pihak, diharapkan kasus kekerasan cepat teratasi dan pelaku mendapatkan sanksi yang setimpal atas perbuatannya.
Serta korban KDRT juga diminta untuk tidak takut mencari bantuan ke lembaga-lembaga pendamping. Meskipun memang tidak mudah bagi para korban untuk keluar dari situasi kekerasan dan secara bebas melakukan langkah-langkah untuk menyelamatkan dirinya.
“Banyak korban yang memilih menyimpan rapat-rapat karena KDRT dianggap tabu, memalukan dan lainnya. Tapi yakinlah, pasti ada solusi dari setiap masalah. Dan manfaatkan sarana serta fasilitas layanan yang ada karena pasti akan membantu,” jelasnya.
Untuk pencegahan KDRT semakin banyak terjadi, Pemerintah diharapkan mengoptimalkan program pembekalan dan pendampingan bagi setiap pasangan yang hendak menikah.
“Pada program pembekalan calon pengantin, kurikulum tentang keadilan gender juga harus ada untuk menghapus bias, diskriminasi dan stigma, juga aksi viktimisasi dari pelaku yang dapat merugikan korban,” tutupnya. (gal/rdn-dprri)