Mahkamah Konstitusi memutus menolak uji materi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU (UU Pilkada) yang dimohonkan oleh dua orang warga negara, Nu’man Fauzi dan Achiyanur Firmansyah.
“Mengadili, menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Wakil Ketua MK Anwar Usman mengucapkan amar putusan perkara nomor 120/PUU-XIII/2015 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Senin (7/12).
Menurut Mahkamah, kampanye yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) UU Pilkada merupakan konsekuensi logis dari penyelenggaraan kampanye yang dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau Komisi Independen Pemilihan (KIP) Provinsi atau KPU/KIP Kabupaten/Kota. Selain itu, Mahkamah pernah memutus permohonan dengan substansi yang serupa dengan permohonan ini, khususnya berkenaan dengan persoalan pelaksanaan dan pendanaan kampanye Pemilihan Kepala Daerah, yaitu dalam Putusan Nomor 51/PUU-XIII/2015, bertanggal 9 Juli 2015.
Dalam putusan tersebut, Mahkamah menyatakan, Pasal Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 hanya menetapkan lembaga yang menyelenggarakan Pemilu. Oleh karena itu, jika dalam perkembangannya pembentuk Undang-Undang menetapkan atau menunjuk KPU/KIP Provinsi dan KPU/KIP Kabupaten/Kota sebagai pelaksana kampanye, hal tersebut merupakan kebijakan hukum terbuka dari pembentuk Undang-Undang yang tidak dapat dipertentangkan dengan Konstitusi.
“Dengan demikian, dalil Pemohon yang mempertentangkan ketentuan mengenai pihak yang mendanai kampanye menurut Pasal 65 ayat (2) tidak beralasan menurut hukum karena hal tersebut merupakan kebijakan hukum terbuka dari pembentuk Undang-Undang,” ujar Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams membacakan pertimbangan hukum.
Selain itu, penyelenggaraan debat publik/debat terbuka antarpasangan calon, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dll, yang didanai APBD sebagaimana ditentukan dalam Pasal 65 ayat (2) UU Pilkada, menurut Mahkamah, bertujuan agar pasangan calon memiliki kesempatan yang sama untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program masing-masing. Dengan demikian, Pilkada berjalan adil dan mencegah dominasi kekuatan uang pasangan calon untuk mempengaruhi terpilihnya pasangan calon dalam Pilkada.
Sebelumnya, para Pemohon mengajukan pengujian konstitusionalitas Pasal 65 ayat (2) UU Pilkada terhadap Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Menurut Pemohon, besarnya anggaran yang diperlukan dalam penyelenggaraan Pilkada makin membengkak dengan adanya ketentuan Pasal 65 ayat (2) UU Pilkada yang menentukan penyebaran bahan kampanye, alat peraga kampanye, dan iklan kampanye didanai oleh APBD.
Pemohon mendalilkan, sebelum adanya ketentuan tersebut, pelaksanaan kampanye menjadi tanggung jawab dan didanai oleh masing-masing pasangan calon. Sebab, kampanye adalah sarana untuk menyampaikan visi, misi, program pasangan calon, simbol, atau tanda gambar yang bertujuan untuk mengajak orang memilih pasangan calon tersebut. Selain itu, Pemohon menilai kegiatan untuk meyakinkan pemilih melalui kampanye seharusnya tidak dibebankan pada APBD, karena terkait dengan kepentingan pribadi masing-masing pasangan calon. (Lulu Hanifah/IR–MK)