JAKARTA – Porsi kepemilikan investor asing dalam surat utang negara yang terus meningkat hingga ke posisi 45,03% pada akhir pekan lalu memberi sinyal positif terkait kondisi fundamental ekonomi dalam negeri, sekaligus peringatan untuk waspada terhadap potensi capital outflow.
Sejak awal tahun, porsi kepemilikan asing dalam surat utang negara atau SUN terus meningkat. Pada 31 Desember 2016 porsi asing sudah berada pada 43,01% dan kini menjadi 45,03% pada Jumat, 9 Juni 2017.
Walau sempat sedikit turun pada akhir Februari ke posisi 42,92%, porsi asing dalam SUN tidak pernah turun di bawah 40% sejak awal 2016. Posisi 45,03% merupakan puncaknya untuk tahun ini.
I Made Adi Saputra, Analis Obligasi Nusantara Capital Sekuritas, mengungkapkan bahwa peningkatan porsi asing dalam SUN sejak awal tahun ini menandakan investor asing telah mengantisipasi akan adanya peningkatan peringkat investasi Indonesia oleh Standard & Poor’s.
Meningkatnya porsi asing menunjukkan tingginya kepercayaan investor global terhadap fundamental ekonomi Indonesia.
Apalagi, tuturnya, peningkatan tersebut diikuti pula oleh kecenderungan investor asing untuk menyasar SUN dengan tenor di atas 10 tahun setelah sebelumnya lebih banyak memburu tenor 5 tahun hingga 10 tahun.
Meski begitu, porsi asing yang terlampau tinggi pada SUN perlu diwaspadai, mengingat investor asing bisa menarik dananya dengan mudah bila ada faktor tertentu yang mempengaruhi kondisi ekonomi global. Hal tersebut tentu berpotensi menciptakan ketidakstabilan bagi perekonomian nasional.
Hanya saja, I Made menilai kondisi pasar saat ini masih cukup stabil bagi Indonesia sehingga kemungkinan terjadinya capital outflow relatif kecil. Lagi pula, SUN Indonesia telah diuntungkan oleh penetapan peringkat layak investasi oleh S&P serta rentang yield yang rata-rata lebih tinggi dari yield di negara asal para investor asing tersebut.
“Kita juga masih didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang walaupun melemah dalam beberapa tahun ini, tetapi masih bisa dijaga oleh pemerintah untuk bisa tetap bertahan di atas 5%. Artinya, bagi investor global, preferensinya masih di Indonesia,” katanya melalui sambungan telepon, Selasa (13/6/2017).
Sumber : Market Bisnis