MAHKAMAH Konstitusi kembali menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) pada Selasa (4/12) di Ruang Sidang Panel MK. Perkara yang teregistrasi Nomor 93/PUU-XVI/2018 ini dimohonkan oleh Palaloi, Abdul Rasyid, Sitefano Gulo, dan Alex yang berprofesi sebagai wiraswasta serta Melianus Laoli yang merupakan mahasiswa.
Mustafa Kamal Singadirata selaku salah satu kuasa hukum pada sidang sebelumnya menyampaikan bahwa keberlakuan Pasal 92 ayat (2) huruf c akan berdampak pada penyelenggaraan teknis pemilu yang berintegritas dan bermartabat. Untuk itu, dalam sidang perbaikan permohonan ini, Mustafa mempertegas bahwa Palaloi (Pemohon I) pernah menjabat sebagai Anggota KPU Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, DKI Jakarta Periode 2013 – 2018 dan menjabat sebagai Ketua Panwas Kabupaten Kepulauan Seribu pada 2007. Sehinggadengan adanya norma a quo, calon Bawaslu 2018 Kabupaten/Kota Administrasi Kepulauan Seribu yang terdiri atas 3 orang, akan terhambat kinerjanya dalam mewujudkan pemilu yang jujur, adil, dan berkualitas sesuai indikator pemilu demokratis di Indonesia. “Dengan berlakunya pasal a quo, hak konstitusional Pemohon I untuk mengabdi sebagai anggota Bawaslu Kabupaten/Kota menjadi hilang,” ujar Mustafa di hadapan sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra yang didampingi Hakim Konstitusi Suhartoyo dan I Dewa Gede Palguna.
Adapun Pemohon lainnya, tambah Mustafa, juga pernah menjabat sebagai penyelenggara pemilu di daerah masing-masing. Untuk itu, demi menjamin pelaksanaan asas pemilu yang baik sebagaimana Pasal 22E ayat (1), maka jumlah anggota Bawaslu Kota/Kabupaten yang dimohonkan pada perkara a quo beralasan menurut hukum untuk ditetapkan secara limitatif 5 orang.
Sebelumnya, pada persidangan terdahulu para Pemohon menyampaikan bahwa pemilu yang berintegritas dan bermartabat tidak akan terlaksana secara maksimal mengingat jumlah penyelenggara 5 berbanding 3 orang jumlah Bawaslu yang harus melaksanakan penyelenggaraan pemilu. Penambahan personil tersebut dinilai perlu untuk mengimbangi personil atau anggota Bawaslu Kabupaten/Kota dalam pengawasan guna tercapainya pemilu yang demokratis. Selain itu menurut Mustafa Bawaslu dalam penyelenggaran Pemilu 2019 nanti memiliki beban kerja yang banyak dan rumit sehingga dikhawatirkan pelanggaran terkait pemilu bertumpu pada Bawaslu Kabupaten/Kota. Untuk itu, dalam Petitum, para Pemohon meminta pada Mahkamah agar menyatakan pasal tersebut beserta penjelasan dan lampiran frasa 3 (tiga) atau 5 (lima) orang bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 5 (lima) orang. (Sri Pujianti/LA–MKRI)