Mentan Inginkan Alumni STPP Jadi Konglomerat

Pendidikan12 Dilihat
banner 468x60

MAGELANG – Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, ingin alumni Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Magelang menjadi konglomerat. Apalagi, mayoritas dari 10 orang terkaya di Indonesia bisnisnya di sektor pertanian.

“Kami ingin anak-anakku sekalian nanti setelah tinggalkan kampus ini, Anda menjadi orang yang tangguh. Insya Allah sukses. Tapi, tergantung apa yang Anda lakukan hari ini,” ujarnya saat kuliah umum di STPP Magelang, Yogyakarta, Senin (12/03).

banner 336x280

Katanya, menjadi orang kaya caranya sangat sederhana. Yakni, mengubah kebiasaan dan pola pikir (mindset). Kurangi tidur dan perbanyak waktu belajar, misalnya.

“Cukup empat jam tidur, 20 jam kerja. Kurangi dulu tidur, belajar 10 jam, baca buku,” jelasnya.

Anjuran tersebut juga disampaikannya ke Ketua STPP Magelang, Ali Rachman. Menteri Amran meminta STPP Magelang menambah jumlah waktu belajar dari delapan jam menjadi dua kali lipat.

Menurut pembantu Presiden kelahiran Bone ini, wajar bila nanti ada mahasiswa yang gerap terhadap Ali lantaran kebijakan tersebut. “Tapi esok, dia mengenang Anda,” ucapnya yakin.

Menteri Amran mengingatkan, mahasiswa STPP harus giat belajar, lantaran telah jauh-jauh meninggalkan orang tua dan seluruh biaya kuliah ditanggung negara. Terlebih, orang tua mereka saban hari mendoakan, agar kelak sukses. “Jangan sia-siakan. Aku minta kalian belajar 18 jam,” pesannya.

Peraih gelar doktor pertanian dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar itu, lantas mengenang perjuangannya sejak kecil hingga seperti sekarang. Katanya, sejak usia sembilan tahun harus menjual batu, agar bisa makan.

Bahkan, sampai rela tidur di perpustakaan kampus karena tak punya biaya untuk fotokopi. Pernah pula meminjam uang ke bank.

Dalam percintaan pun kerap bertepuk sebelah tangan. “Dulu (suka) dengan tetangga. Karena tinggal di kos-kosan, ditolak.Ada anak kerja di Pertamina, ditolak (juga),” imbuhnya.

Karenanya, Menteri Amran menyatakan, jangan pernah malu terlahir sebagai orang miskin. Menurutnya, itu bukan salah kita ataupun orang tua.

“Tapi, jangan bersedih, karena orang-orang terkemuka di Indonesia dan dunia dari orang tidak punya. Banyak yang lahir dari desa, kampung-kampung. Kenapa? Terbiasa ‘ombak besar’,” tuntasnya.

Suported by: Biro humas Kementerian Pertanian

banner 336x280