Kompetensi Bawah Sadar (Buku ‘Sadar Kaya’)

banner 468x60

Baca Tulisan Sebelumnya : Pentingnya Meraih Kepercayaan Seseorang (Buku ‘Sadar Kaya’)

BEBERAPA tahun yang lalu, tepatnya 2007 – 2009, saya mendedikasikan hari Rabu untuk terapi kejiwaan. Suatu hari, seseorang berbagi ceritanya, “Saya insomnia, Pak. Tidak bisa tidur kalau belum dengar ayam berkokok atau azan Subuh. Sudah 5 tahun saya merasakan seperti ini. Yang jadi masalah, tak lama setelah saya bisa tidur lelap, eh. … anak-anak bangun karena hendak ke sekolah dan suami juga harus pergi ke kantor. Jadi saya terbangun lagi.”

banner 336x280

Sejujurnya, saya termasuk orang yang sangat sensitif dan agak jengah karena mendengar cerita-cerita yang dirasakan orang lain. Tapi dalam assessment, mau tak mau hal itu saya lakukan. Itulah mengapa saya hanya ditahun 2007-2009 saja mengambil sesi terapi kejiwaan. Padahal, bisa dikatakan saya memiliki sedikit kemampuan yang bisa dimanfaatkan di bidang itu.

Baca : Seberapa Laparkah Anda? (Buku ‘Sadar Kaya’)

Begini, pada dasarnya, passion saya adalah bisnis. Namun, keilmuan saya bisa menangani masalah kejiwaan. Jadi pastinya, dalam diri saya bukan seorang terapis karena saya tidak terlalu suka dan tidak terlalu menjiwai – maaf kalau salah. Beberapa sobat menganggap hal ini adalah membantu orang lain dan statusnya wajib. Tapi kalau bukan passion, bagaimana?

Di tahun 2006, saya bicara kepada mitra saya – Mas Kirdi, Mas Boy, dan Mbak Emma. “Ok, saya masuk sebentar saja ya. Karena, bisnis properti lagi di kurva bawah, sedang ambil momentum naik. Jadi kira-kira di tahun 2010 ke atas, saya masuk lagi dibisnis properti karena sudah upper swing dan peak. Ya, kira-kira sampai tahun 2013-2014 lah. Nanti kontraksi lagi ke bawah, lain nge-gas lagi di 2016-2017.”

Asumsi saya ini bukan hasil masukan dari buku ataupun analisis dari pakar. Tapi ini sudah semacam “kompetensi bawah sadar” saya, mungkin ya. Terutama di bidang properti. Mungkin banyak di antara Anda yang sudah memahami istilah “kompetensi bawah sadar” atau “unconscious competence”. Tapi ada baiknya saya urai sedikit agar kita satu bahasa.

Misalnya Anda adalah orang yang tidak tahu dan tidak pernah kenal dunia olahraga, kondisi pikiran Anda dinamakan “unconscious incompentence”. Anda tidak tahu dan tidak berkemampuan. Level satu : pemikiran dan tindakan.

Kemudian suatu hari Anda mendapatkan pencerahan dengan adanya sebuah pelajaran tentang apa itu olahraga, manfaat olahraga, dan bagaimana melakukan olahraga yang baik serta efek positifnya. Maka, kondisi pikiran Anda saat itu dalam kondisi “conscious incompetence”. Anda tahu, tetapi masih tidak berkemampuan. Level dua : pemikiran dan tindakan.

Lalu, Anda mulai joging, olahraga, diet, dan mulai mengubah semuanya yang bertujuan agar sehat. Kondisi saat itu, pikiran Anda masuk dalam “conscious competence”. Anda tahu, sadar, dan memiliki kompetensi atau berkemampuan. Inilah level tiga : pemikiran dan pembelajaran. Di sini, semua hal masuk dalam logika, analisis sadar, tahu, mengerti, tetapi melakukan keahliannya masih dalam tahap pembiasaan.

Disinilah tantangan terbesar karena Anda masih dilevel 3. Level terberat. Di sini Anda sebenarnya belum ahli. Masih bisa balik turun ke level dua, “conscious incompetence”. Jadi, dilevel tiga, kita harus terus melakukan hal yang sama, diulang-ulang.

Minimum dengan standar “the law of ten thousand hours” atau lebih dari 10,000 jam melakukan hal tersebut, baru akan masuk dilevel keempat yang terakhir, yaitu “unconscious competence”. Anda sudah tidak sadar bahwa Anda memiliki kemampuan atau keahlian itu. Anda sudah jadi biasa saja, semua serba-alami.

Kalau bicara soal bisnis properti, saya memasuki bisnis ini sejak 1996. Pahit, manis, asam, garam, ekonomi naik-turun, bunga rendah sampai bunga 50% per tahun. Pembeli kabur, kontraktor kabur, izin tidak keluar, tanah kasus, dan ratusan masalah lainnya sudah saya lewati.

Dari untung kecil, sampai buntung ratusan kali lipat, semua pernah. Membangun rusun, tipe murah, cluster mewah, apartemen, hotel, mix-used building, apa yang belum ya? Rasanya semua pernah dilakukan. Semuanya saya sudah tahu pahit manisnya.

Jadi, di tahun 2006 saya melihat apa yang akan terjadi di 2007-2009 pada pasar properti di Indonesia, yaitu slow down karena sedikit overheated. Tapi, sehabis itu ngegas lagi kencang. Kalau modal melimpah maka di tahun 2009 adalah awal yang sangat tepat. Dan, sesuai prediksi tersebut, tren properti naik tinggi sekali.

Dalam melihat fenomena seperti itu atau menganalisis properti, saya benar-benar seperti nggak mikir, semacam mengandalkan intuisi saja, main feeling. Jadi, terkadang sulit menjelaskan kepada orang lain. Karena itulah saya bisa membagi sedikit waktu di dua tahun tersebut untuk bidang kejiwaan ini.

Sekarang mari kita kembali ke cerita si ibu yang insomnia. Saya pun bertanya kepada sang ibu, kira-kira bagaimana asal-muasalnya. Lalu dia menceritakan bahwa kira-kira 6 tahun yang lalu, suaminya dapat shift dinas malam di pabrik.

Tiap malam pulang pukul 12, sampai rumah pukul 1-an. Tiap malam, dia pun salalu menunggu sang suami. Nah, karena kebiasaan tersebut, dia sekarang nggak bisa tidur hingga harus lewat larut malam atau menjelang pagi.

Disinilah kemampuan saya untuk melihat masalah diuji. Benarkah kesimpulan sang ibu, atau itu asumsi? Saya perhatikan benar perubahan setiap minor muscle diwajah sang ibu. Maka saya berkesimpulan, ini asumsi.

Saya harus menggali lebih dalam lagi. Kali ini saya yang harus memimpin pertanyaan. Tidak bisa pertanyaan terbuka, harus mulai tertutup dan menjurus.

“Ibu orang Jawa, ya? Seberapa ibu mengerti istilah ngrowot, laku, prihatin, kumkum, dan nyajen?” tanya saya.

Dia terdiam sebentar, lalu menjawab, “Saya dan keluarga kami masih ada kejawennya, Pak. Kami paham sekali hal-hal itu.”

Lalu saya bertanya, “Menurut pini sepuh ibu, benarkah kalau tidur di bawah pukul 12 malam akan mudah kena santet?”

“Oh, iya banget, Pak. Jadi dulu sembari menunggu suami juga saya ngaji-ngaji, zikir-zikir, buat melewati waktu tersebut. Jadi memang di keluarga kami sering tidur di atas pukul 12, untuk laku keluarga, Pak,” jawabnya.

Baca Juga : Harga Sebuah Kesuksesan (Buku ‘Sadar Kaya’)

Terjawab sudah bahwa yang membuatnya insomnia bukan karena menunggu suami. Dalam database dipikiran bawah sadarnya, ada belief yang mengatakan tidur diatas pukul 12 lebih aman, lebih baik.

Seperti menganalisis properti tadi, menggali masalah insomnia ini pun sudah seperti kompetensi bawah sadar bagi saya. Dan, saya percaya bahwa siapa pun bisa memiliki kompetensi bawah sadar untuk mempermudah langkah masing-masing menuju sukses. Yang diperlukan hanya latihan.

Sumber : Buku ‘SADAR KAYA’ 

Karya : Mardigu Wowiek Prasantyo

Baca Tulisan Berikutnya : Cari 20 Cara Meningkatkan Pendapatan (Buku ‘Sadar Kaya’)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *