JAKARTA — Surat Edaran (SE) Kapolri Nomor SE/06/X/2015 tentang ujaran kebencian atau hate speech mendapat reaksi beragam dari masyarakat di dunia maya atau biasa disebut netizen.
Indonesia Indicator (I2), sebuah lembaga di bidang intelijen media, analisis data, dan kajian strategis dengan menggunakan software AI (Artificial Intelligence), di Jakarta, Kamis (5/11), mencatat, dalam waktu dua minggu terakhir, hingga 5 November pukul 18.30 WIB, tercatat 12.024 cuitan di Twitter yang menyoroti Surat Edaran tentang ujaran kebencian.
“Terutama di empat hari terakhir, isunya mencapai 10.229 tweet,” ujar Direktur Komunikasi Indonesia Indicator, Rustika Herlambang.
Menurut Rustika, tweet amarah mendominasi emosi terhadap ujaran kebencian. Setelah itu disusul oleh anticipation (mengingatkan, hati-hati, awas), dandisgust?(benci, kecewa, memalukan, kemunafikan, dan sebagainya). “Ada upaya?trust, yang sifatnya lebih sinis terhadap adanya ujaran tersebut,” papar Rustika.
Ia berpendapat munculnya sentimen negatif di Twitter terhadap SE Ujaran Kebencian terjadi akibat strategi komunikasi. Menurut Rustika, isu tentang ujaran kebencian sudah pernah disampaikan Yenny Wahid melalui Wahid Institute pada Januari 2012, ketika terjadi gesekan antara jemaat gereja HKBP Filadelfia dengan warga.
“Pernyataan Kapolri sebenarnya pada esensi situasi-situasi seperti ini punya tujuan yang baik untuk menekan praktik-praktik terjadinya pelecehan SARA, dan bentuk intoleransi lainnya. Seperti di kasus Tolikara, namun di ranah twitter situasi itu dipersepsikan untuk membungkam kebebasan berpendapat,” paparnya.
Di Twitter, tambah Rustika, situasi emosi lebih mudah terbaca karena sifatnya yang spontan dari para netizen. (rol)