Perlu Semangat Reformasi untuk Indonesia Antikorupsi

Hukum17 Dilihat

JAKARTA – Reformasi yang dilakukan oleh para aktivis mahasiswa untuk memperbaiki tatanan demokrasi, hukum, dan persoalan kebangsaan Indonesia, telah berlalu 20 tahun silam. Peringatan ini penting untuk diperhatikan dan camkan, karena setiap masa dan zaman, selalu memiliki tantangan dan ujiannya masing-masing. Hari ini kehidupan demokrasi dan kebebasan pers tumbuh subur sesuai dengan harapan reformasi pada waktu itu.

Demikian disampaikan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam pra-munas LEMHI di Universitas Mataram pada Jumat (29/6). Dalam kegiatan yang mengangkat tema “Semangat 20 Tahun Reformasi untuk  Indonesia Antikorupsi” tersebut, Anwar menyampaikan makalah di hadapan jajaran akademisi dan para mahasiswa Universitas Mataram.

banner 336x280

Dalam pemaparannya, Anwar juga menyebut adanya tantangan lain yang muncul, yaitu maraknya pemberitaan tentang praktik korupsi yang mendominasi kehidupan kebangsaan saat ini. “Pemberitaan yang begitu marak tentang praktik korupsi, seolah tidak lagi memberi harapan kepada kita untuk membangun dan mensejahterakan rakyat sesuai cita-cita konstitusi dan pendiri negara,” jelasnya dalam acara yang dihadiri oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah tersebut.

Anwar menyebutkan beberapa cara untuk mencegah upaya perilaku korupsi meluas. Salah satunya dengan melakukan penguatan kelembagaan partai politik. Apalagi, lanjutnya, partai politik adalah pilar demokrasi dan penyumbang utama calon pemimpin bangsa. Sehingga dengan demikian, peran partai politik sangat signifikan sebagai salah satu elemen untuk menciptakan upaya preventif perilaku korupsi di masa yang akan datang. Menurutnya, penguatan kelembagaan partai politik tersebut, setidaknya dapat dilakukan dengan dua cara, pertama rekrutmen dan pembekalan bagi kader partai yang akan menduduki jabatan-jabatan publik di berbagai lembaga negara, dan kedua penguatan dukungan dan pengelolaan keuangan partai politik.

Di akhir pemaparannya, Anwar menyebut terlepas dari ikhtiar untuk mengurai benang kusut korupsi dan mencari solusi, pada akhirnya semua hal tersebut akan kembali kepada diri masing-masing. “Saya percaya dan meyakini, bahwa di lubuk sanubari kita masing-masing tentu tidak setuju dengan perilaku korupsi. Apalagi sebagai umat beragama, tentulah tidak ada satupun dalil yang membenarkan dan mengajarkan kita untuk berbuat korupsi. Oleh karena itu, saya mengajak kita semua, untuk kembali kepada hati sanubari kita, bahwa perilaku korupsi bukan cerminan diri kita sebagai anak bangsa,” tandasnya. (Hendy/LA–MK)