Penguji UU Yayasan Perbaiki Permohonan

Hukum23 Dilihat

MAHKAMAH Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang kedua uji materiil Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (UU Yayasan) di Ruang Sidang Panel MK pada Kamis (9/5/2019). Terhadap perkara yang teregistrasi Nomor 30/PUU-XVII/2019 ini, para Pemohon mendalilkan Pasal 53 ayat (2) UU Yayasan yang dinilai bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Dalam sidang dengan agenda perbaikan permohonan ini, Arjumulia selaku kuasa hukum dari Armen Kusumah, Sri Wuryatmi, dan Saman selaku pihak-pihak yang mewakili pengurus Yayasan Al-Ikhwan Meruya menyampaikan beberapa catatan perbaikan permohonan, yakni kedudukan hukum Pemohon, kerugian konstitusional, petitum, dan dasar permohonan.

 Terkait  pengurus dapat atau tidak bertindak untuk mewakili Yayasan, jelas Arjumulia, baik di dalam maupun di luar pengadilan telah diatur dalam ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Yayasan dan pengangkatan pengurus terdapat dalam Akta Perubahan Yayasan. Berikutnya, tambahnya, terkait hak konstitusional Pemohon dirugikan berlakunya UU Yayasan karena Pasal 53 ayat (2) ini ditafsirkan sebagai siapa saja, sebagai semua orang, dan sebagai setiap orang untuk mengajukan permohonan kepada Pemohon untuk melakukan pemeriksaan terhadap Pemohon. Selain itu, frasa “pihak ketiga yang berkepentingan” dapat memberikan kedudukan hukum kepada pihak yang tidak memiliki hubungan langsung dengan Pemohon untuk mengajukan permohonan pemeriksaan terhadap Pemohon.

“Oleh karena itu, norma “pihak ketiga yang berkepentingan” tidak dapat ditafsirkan siapa saja, semua orang, atau setiap orang dalam mengajukan permohonan karena dibatasi oleh penjelasan pasal a quo yang menyatakan bahwa pihak yang mempunyai hubungan langsung dengan kepentingannya,” ujar Arjumulia di hadapan sidang yang sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Manahan M.P. Sitompul.

Sebelumnya, Pemohon menilai bahwa frasa “pihak ketiga yang berkepentingan” dalam Pasal 53 ayat (2) UU Yayasan bersifat multitafsir karena berdasar kasus konkret berupa dugaan-dugaan yang dialami Pemohon sebelum diajukan permohonan a quo, telah terjadi penyalahtafsiran makna tersebut. Akibatnya, jamaah dalam arti luas (siapa pun) dapat saja melakukan pemeriksaan terhadap hal-hal yang terkait dengan Yayasan Al-Ikhwan Meruya yang dinilai melakukan perbuatan yang merugikan yayasan atau lalai melakukan tugasnya sebagaimana yang dimaksud Pasal 53 ayat (1) UU Yayasan. Seharusnya, frasa “pihak ketiga yang berkepentingan” itu haruslah berpedoman pada Pasal 53 ayat (3) UU Yayasan. Untuk itu, dalam petitum, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 53 ayat (2) UU Yayasan  bertentangan dengan norma perlindungan dan kepastian hukum sebagaimana ditentukan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “Jamaah dari Masjid Al-Ikhwan yang sesuai dengan keyakinannya secara langsung atau tidak langsung ikut bertanggung jawab dalam memakmurkan Masjid Al-Ikhwan.” (Sri Pujianti/LA–MKRI)