JAKARTA – Mahkamah Konstitusi menggelar sidang kedua pengujian Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseoran Terbatas (UU PT) di Ruang Sidang Pleno MK, Senin (6/8). PT Baraventura Pratama serta dua perseorangan warga negara mendalilkan telah dirugikan secara konstitusional akibat berlakunya Penjelasan Pasal 146 ayat (1) huruf c butir a UU PT.
Lilik D. Setyadjid selaku kuasa hukum para Pemohon menyampaikan perbaikan permohonan terutama berkaitan dengan kedudukan hukum para Pemohon. Dalam permohonan terbaru, kedudukan Pemohon III atas nama Erwin Sutanto adalah pihak yang berkedudukan sebagai pemegang saham sekaligus direktur dari PT Baraventura. Selanjutnya, para Pemohon pun melakukan perubahan pada beberapa kalimat dari permohonan yang menimbulkan redudancy. “Untuk menghindari redudancy yang tidak perlu, maka ada dari kalimat-kalimat dalam permohonan yang kami hapus,” jelas Lilik.
Sebelumnya, Pemohon menyampaikan pasal a quo telah menimbulkan ketidakpastian hukum bagi perseroan yang tidak melakukan usaha selama tiga tahun atau lebih karena tidak memberikan kepastian mengenai pihak mana yang berhak untuk membuktikan kenonaktifan tersebut dengan menyampaikan surat pemberitahuan kepada instansi pajak. Atau hak tersebut, hanya diberikan kepada satu pihak saja atau juga diberikan kepada semua pihak seperti disebutkan dalam pasal a quo, yaitu pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris.
Dalam pandangan Pemohon, pasal a quo juga bertentangan dengan substansi dan norma yang terkandung dalam redaksi pasalnya karena berpotensi hanya memberikan keuntungan atau hak kepada satu pihak saja untuk membubarkan sebuah PT. Oleh karena itu, terhadap perkara yang teregistrasi Nomor 63/PUU-XVI/2018 ini, Pemohon meminta Majelis menyatakan norma a quo tidak konstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai bahwa surat pemberitahuan suatu perseroan terbatas tidak melakukan kegiatan usaha atau nonaktif selama 3 tahun atau lebih yang disampaikan kepada instansi, pajak, dapat disampaikan Pemohon menunggu kabar oleh direksi, pemegang saham, atau dewan komisaris dari perseroan tersebut.(Sri Pujianti/LA–MK)